Sampah Di Meja Kantin Bukan Tanggung Jawab Petugas Kebersihan! ‒ Sebuah Cerita Tentang Kebiasaan Mahasiswa ITK di Kantin
Oleh: Agus Abdul Rahmat Fadila
Semua kampus menginginkan terciptanya lulusan-lulusan terbaik baik bagi tiap
mahasiswanya. Tak terkecuali Institut yang telah berdiri kurang lebih 4 tahun
di Kalimantan, yakni Insitut Teknologi Kalimantan (ITK). Kampus teknik yang
baru berdiri ini tentu mengharapkan terciptanya engineer-engineer berkompeten ”asli produk” dari Kalimantan. iIstilah
lulusan engineer berkompeten juga tak
mudah disematkan tentunya, apabila budaya kehidupan positif mahasiswanya di
kampus tak sejalan dengan prospek lulusan yang diinginkan. Contoh budaya itu
adalah budaya budaya tanggung jawab. Tanggung jawab dalam hal ini tentunya
bermacam-macam, mulai dari tanggung jawab terhadap segala kewajiban yang
dimiliki khususnya sebagai mahasiswa, tanggung jawab terhadap ibadah yang
dijalani, hingga tanggung-tanggung jawab lainnya. Namun fokus pembahasan kali
ini adalah mengenai penerapan budaya tanggung jawab sederhana. Tanggung jawab
yang sangat mudah dilakukan, namun dampaknya dapat begitu berarti bagi
lingkungan sekitar. yaitu tanggung jawab membuang sampah. Sejatinya sampah adalah
bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari setiap hari dapat kita
lihat kehadirannya. Sampah menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008
memiliki definisi sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
yang berbentuk padat dan selanjutnya menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun
2008 sampah secara spesifik adalah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Karena sampah memerlukan pengelolaan
lebih lanjut, maka sampah itu harus dihimpun, sampah itu harus dikumpulkan, dan
sampah itu harus ditempatkan dalam wadah khusus untuk menampung sampah itu
sendiri, wadah itu biasa kita sebut dengan tong/tempat sampah. Kita ketahui
bersama juga bahwa tong sampah ini nantinya dapat memudahkan sampah dalam
pendistribusiannya ke tempat dimana seharusnya dimana ia dapat dikelola lebih
lanjut. (bisa di daur ulang, ataupun di kelola di tempat pembuangan akhir atau TPA).
Berbicara mengenai sampah, hal unik sering bahkan selalu terjadi setiap hari kepada mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan. Tempat penulis berita ini berkuliah. Mahasiswa yang seyogyanya sebagai kaum yang katanya ”kaum intelektual”, agen perubahan bangsa, yang sudah bukan lagi siswa sekolah seharusnya tau bahwa sampah itu harus dibuang di tong sampah, bukan ditinggalkan begitu saja, bahkan sedari dulu ketika masuk usia sekolah dasar kita belajar bahwa membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang tercela, perilaku yang merusak lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan bencana (contohnya dapat menimbulkan banjir apabila sampah itu dibuang di sungai, ataupun daerah saluran air). Miris, ternyata masih ada dari kita sebagai mahasiswa sering mengingkari hal ini. Mahasiswa Insitut Teknologi Kalimantan (ITK) acap kali meninggalkan sampah sisa makannya atau minumnya di meja kantin. Cukup menyedihkan rupanya karena hal ini selalu terjadi setiap hari.
Berbicara mengenai sampah, hal unik sering bahkan selalu terjadi setiap hari kepada mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan. Tempat penulis berita ini berkuliah. Mahasiswa yang seyogyanya sebagai kaum yang katanya ”kaum intelektual”, agen perubahan bangsa, yang sudah bukan lagi siswa sekolah seharusnya tau bahwa sampah itu harus dibuang di tong sampah, bukan ditinggalkan begitu saja, bahkan sedari dulu ketika masuk usia sekolah dasar kita belajar bahwa membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang tercela, perilaku yang merusak lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan bencana (contohnya dapat menimbulkan banjir apabila sampah itu dibuang di sungai, ataupun daerah saluran air). Miris, ternyata masih ada dari kita sebagai mahasiswa sering mengingkari hal ini. Mahasiswa Insitut Teknologi Kalimantan (ITK) acap kali meninggalkan sampah sisa makannya atau minumnya di meja kantin. Cukup menyedihkan rupanya karena hal ini selalu terjadi setiap hari.
Saat di pagi hari, sebelum sesi 1 perkuliahan, kita masih bisa melihat dengan segar dan asri betapa bersihnya kantin ITK saat itu. Kita masih bisa melihat ada petugas kebersihan yang telah datang duluan sebelum mahasiswa datang ke kampus untuk memulai mahasiswa memulai perkuliahan di sesi pertama untuk melakukan tugas kebersihan di daerah kawasan kampus (meliputi ruang kelas, kantin, musholla, area selasar, taman, dan sebagainya). Namun ketika sudah tiba saatnya masuk ke peralihan sesi perkuliahan, pemandangan yang tak sedap, tak segar, tak indah, tak bersih pun juga kita bisa lihat di kantin ITK. Ya, benar (sedikit menghela nafas). Ungkapan pemandangan-pemandangan yang terkesan negatif itu tidak lain dan tidak bukan adalah disebabkan oleh sampah-sampah sisa makan dan minum mahasiswa ITK.
Berdasarkan pengamatan yang sudah penulis lakukan kurang lebih 6 bulan terakhir mengamati pola kebiasaan dan kebersihan yang dilakukan mahasiswa ITK yang sedang makan atau minum di kantin saat waktu peralihan sesi perkuliahan, mahasiswa cenderung sering, atau bahkan terlalu sering membiarkan sisa makanan atau minumannya di meja kantin. Suatu waktu penulis datang ke kantin duluan, ketika saat itu meja kantin masih terlihat bersih dan pengunjung kantin masih sedikit dan penulis sengaja berada di kantin cukup lama dengan maksud ingin mengamati fenomena ini. Betapa terkejutnya dengan apa yang penulis lihat saat itu dan tidak percaya atas apa yang terjadi dengan pola kebiasaan yang dilakukan oleh mahasiswa ITK ketika beristirahat di kantin. Pasalnya pengamatan ini tidak penulis lakukan sekali atau dua kali pengamatan, melainkan setiap seminggu sekali, seminggu dua kali, dan di hari-hari perkuliahan senin-jumat. Fenomena ini sudah sangat sering dilakukan bahkan telah menjadi kebiasaan yang lazim oleh mahasiswa ITK, baik oleh mahasiswa tingkat pertama maupun sampai ke mahasiswa tingkat akhir. Sedih bukan?
Waktu itu penulis mencoba bertanya sekaligus melihat respon dari salah satu mahasiswa yang mana mahasiswa itu adalah kakak tingkat yang berbeda program studi dan penulis tidak mengenalnya. Ketika ia ingin pergi meninggalkan meja kantin yang terdapat sisa makanan dan minuman miliknya, penulis langsung bergegas pergi dari tempat duduk penulis dan segera menghampiri mahasiswa tersebut. Kemudian penulis bertanya sambil memegang sisa minuman kakak itu, ”kak ini kak sampahnya ketinggalan di meja, punya kakak kah?”. Ia menjawab, ”iya kenapa?”, penulis pun dengan menjawab pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan, ”kok sampahnya kakak tinggal di meja?”. Ia diam sejenak sambil memandangi penulis dengan sinis, ”memang kenapa? toh nanti juga ada petugasnya yang ngambil.”, tanpa bertanya lagi ke mahasiswa tersebut dengan maksud dari penulis untuk mengingatkan tentang sisa makanan dan minumannya yang ditinggal di meja kantin, penulis langsung membuang sisa makanan dan minumannya itu di tong sampah. Pada hari itupun juga ketika kantin telah sepi dimana itu juga penulis sedang tidak ada sesi perkuliahan setelah beristirahat di kantin waktu itu, penulis langsung membereskan sampah plastik sisa jajan yang dibeli oleh mahasiswa di seluruh meja kantin, tak lupa juga ibu-ibu penjual makanan untuk mengambil piring makan miliknya hasil sisa mahasiswa yang membeli makanannya. Salah satu ibu penjual heran melihat penulis membersihkan sampah plastik yang ada di meja sambil dan ibu itu bertanya pada penulis, ”loh gak ada kuliah kah mas?”, penulis menjawab ibu itu ”gak ada kok bu?”, ibu itu memberi tau penulis setelah itu, ”udah mas gak usah dibersihkan, nanti ada petugasnya kok.” penulis menanggapi pertanyaan ibu itu ”hihi iya gapapa kok bu, sekali-sekali, itung-itung saya pengen bersihin sampah ini aja kok”. Ibu itu langsung tersenyum melihat apa yang penulis lakukan.
Ternyata 90% mahasiswa yang penulis terapkan cara serupa untuk mengingatkan soal sampah yang ditinggal di meja kantin baik itu teman seangkatan ataupun kakak tingkatnya. Alasan mereka adalah sama yaitu tidak mau langsung membuang sampah sisa makanan atau minumannta di tong sampah yang padahal telah tersedia di kantin adalah karena sudah ada petugas dan ibu kantin yang nanti yang membersihkannya. Pada saat itu penulis mulai menyadari bahwa mahasiswa ITK masih sangat kurang kesadarannya terhadap sampah. Sisa makanan atau minuman yang seyogyanya adalah milik mereka sendiri yang mana seharusnya si pemilik makanan atau minuman memiliki tanggung jawab secara penuh untuk membuangnya ke tong sampah sampai saat ini belum disadari betul oleh sebagaian besar mahasiswa ITK. Motto ’SPECTA (Solid Peduli Cerdas Beriman dan Bertaqwa’) yang kerap digaungkan dengan bangga oleh mahasiswa ITK tak berlaku saat itu. Tak ada kepedulian secuilpun yang timbul dari 90% mahasiswa yang coba penulis ingatkan untuk tidak meninggalkan sampah di meja kantin, dan 10% sisanya adalah yang penulis lihat mau berkomitmen dan masih punya kesadaran serta disiplin untuk membuang sampah di tong sampah yang telah disediakan di kantin dan tidak meninggalkannya di meja, walaupun memang sebagian kecil 10% mahasiswa yang mau membuang sampah di tong sampah itu harus diingatkan terlebih dahulu tentang sampah yang ditinggalnya meja.
Pertanyaannya adalah, sampai kapan kebiasaan ini terus terjadi? tentunya kita tidak mau melihat kebiasaan ini terus melekat pada mahasiswa ITK. ”Katanya ingin menciptakan seorang engineer produk asli Kalimantan yang berkompeten? katanya mahasiswa ITK itu ‘SPECTA’? katanya budaya malu dan tanggung jawab itu harus ditanamkan kalau sudah jadi mahasiswa? tapi mana buktinya? kok masih ada yang ninggalin sisa makanan atau minumannya di meja kantin? itu milikmu, harusnya enggak sepantasnya kamu tinggalin di meja gitu aja, masa terus-terusan nyuruh petugas kebersihan buat mungutin sampahmu? anda sehat? terus dimana kesadarannya bro/sist/dek/kak?”. Segelintir pertanyaan itu terus timbul di benak si penulis hingga sekarang. Menurut penulis, ini permasalahan yang cukup kompleks. Mengingat ini menyangkut masalah kesadaran pribadi setiap orang dan apabila ini tidak segera dibenahi, entahlah apa yang akan terjadi pada kesadaran generasi mahasiswa-mahasiswa ITK selanjutnya apabila kita tidak berani memulai untuk melakukan action, kita tidak berani untuk memulai sebuah contoh, kita tidak berani mulai berani menegur, dan kita terus melakukan pembiaran terhadap hal yang merusak.
Sudah banyak sebenarnya usaha yang telah dilakukan oleh pihak ITK dalam upaya pembentukan karakter disiplin dan meningkatkan kesadaran membuang sampah, di ITK sendiri bentuk propadaganda dan dukungan ini pun juga telah dilakukan mulai dari tahun 2107 dan sampai sekarang senantiasa bisa kita lihat, contohnya adalah komitmen ITK dalam membuat dan menghadirkan tong sampah berwarna hasil dari penugasan mata kuliah wawasan teknik lingkungan mahasiswa, tong sampah ini mengkategorikan jenis-jenis sampah berdasarkan sifat terurainya yang terdiri dari tong sampah berwarna hijau untuk jenis sampah organik, warna kuning untuk sampah anorganik, dan warna biru untuk sampah kertas. Kehadiran tong sampah ini bisa dilihat di lokasi yang cukup strategis yakni di selasar gedung, kantin, dan di dekat tangga dari lantai dua hingga lantai tiga. Namun kekurangannya adalah kehadiran tong sampah ini dirasa belum maksimal, dan di wilayah kantin pun tong sampah ini kehadirannya masih belum banyak. Hal ini terkesan membuat mahasiswa malas untuk beranjak dari meja tempat mahasiswa makan atau minum karena setiap kali mahasiswa ingin membuang sampah atau sisa makanan atau minumannya, mahasiswa melihat tong sampah di kantin sudah terlalu penuh dengan sampah, jawab beberapa mahasiswa yang ditanya oleh penulis mengenai alasannya mengapa sampah sisa makanan atau minumannya ditinggal di meja kantin.
Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita, warga Institut Teknologi Kalimantan yang mulai hari ini, esok, dan seterusnya akan terus menjadi pekerjaan rumah khususnya bagi mahasiswa karena penulis sendiri juga merupakan mahasiswa aktif di ITK. Apabila dari kita terus merasa tidak memiliki kampus ini, kita yang merasa tidak punya malu dan budaya tanggung jawabsebagai seorang mahasiswa, dan kita yang masih terus terkungkung pada mindset bahwa sampah di meja adalah tanggung jawab petugas kebersihan, lantas mau jadi apa kampus ITK kita?.
Berdasarkan pengamatan yang sudah penulis lakukan kurang lebih 6 bulan terakhir mengamati pola kebiasaan dan kebersihan yang dilakukan mahasiswa ITK yang sedang makan atau minum di kantin saat waktu peralihan sesi perkuliahan, mahasiswa cenderung sering, atau bahkan terlalu sering membiarkan sisa makanan atau minumannya di meja kantin. Suatu waktu penulis datang ke kantin duluan, ketika saat itu meja kantin masih terlihat bersih dan pengunjung kantin masih sedikit dan penulis sengaja berada di kantin cukup lama dengan maksud ingin mengamati fenomena ini. Betapa terkejutnya dengan apa yang penulis lihat saat itu dan tidak percaya atas apa yang terjadi dengan pola kebiasaan yang dilakukan oleh mahasiswa ITK ketika beristirahat di kantin. Pasalnya pengamatan ini tidak penulis lakukan sekali atau dua kali pengamatan, melainkan setiap seminggu sekali, seminggu dua kali, dan di hari-hari perkuliahan senin-jumat. Fenomena ini sudah sangat sering dilakukan bahkan telah menjadi kebiasaan yang lazim oleh mahasiswa ITK, baik oleh mahasiswa tingkat pertama maupun sampai ke mahasiswa tingkat akhir. Sedih bukan?
Waktu itu penulis mencoba bertanya sekaligus melihat respon dari salah satu mahasiswa yang mana mahasiswa itu adalah kakak tingkat yang berbeda program studi dan penulis tidak mengenalnya. Ketika ia ingin pergi meninggalkan meja kantin yang terdapat sisa makanan dan minuman miliknya, penulis langsung bergegas pergi dari tempat duduk penulis dan segera menghampiri mahasiswa tersebut. Kemudian penulis bertanya sambil memegang sisa minuman kakak itu, ”kak ini kak sampahnya ketinggalan di meja, punya kakak kah?”. Ia menjawab, ”iya kenapa?”, penulis pun dengan menjawab pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan, ”kok sampahnya kakak tinggal di meja?”. Ia diam sejenak sambil memandangi penulis dengan sinis, ”memang kenapa? toh nanti juga ada petugasnya yang ngambil.”, tanpa bertanya lagi ke mahasiswa tersebut dengan maksud dari penulis untuk mengingatkan tentang sisa makanan dan minumannya yang ditinggal di meja kantin, penulis langsung membuang sisa makanan dan minumannya itu di tong sampah. Pada hari itupun juga ketika kantin telah sepi dimana itu juga penulis sedang tidak ada sesi perkuliahan setelah beristirahat di kantin waktu itu, penulis langsung membereskan sampah plastik sisa jajan yang dibeli oleh mahasiswa di seluruh meja kantin, tak lupa juga ibu-ibu penjual makanan untuk mengambil piring makan miliknya hasil sisa mahasiswa yang membeli makanannya. Salah satu ibu penjual heran melihat penulis membersihkan sampah plastik yang ada di meja sambil dan ibu itu bertanya pada penulis, ”loh gak ada kuliah kah mas?”, penulis menjawab ibu itu ”gak ada kok bu?”, ibu itu memberi tau penulis setelah itu, ”udah mas gak usah dibersihkan, nanti ada petugasnya kok.” penulis menanggapi pertanyaan ibu itu ”hihi iya gapapa kok bu, sekali-sekali, itung-itung saya pengen bersihin sampah ini aja kok”. Ibu itu langsung tersenyum melihat apa yang penulis lakukan.
Ternyata 90% mahasiswa yang penulis terapkan cara serupa untuk mengingatkan soal sampah yang ditinggal di meja kantin baik itu teman seangkatan ataupun kakak tingkatnya. Alasan mereka adalah sama yaitu tidak mau langsung membuang sampah sisa makanan atau minumannta di tong sampah yang padahal telah tersedia di kantin adalah karena sudah ada petugas dan ibu kantin yang nanti yang membersihkannya. Pada saat itu penulis mulai menyadari bahwa mahasiswa ITK masih sangat kurang kesadarannya terhadap sampah. Sisa makanan atau minuman yang seyogyanya adalah milik mereka sendiri yang mana seharusnya si pemilik makanan atau minuman memiliki tanggung jawab secara penuh untuk membuangnya ke tong sampah sampai saat ini belum disadari betul oleh sebagaian besar mahasiswa ITK. Motto ’SPECTA (Solid Peduli Cerdas Beriman dan Bertaqwa’) yang kerap digaungkan dengan bangga oleh mahasiswa ITK tak berlaku saat itu. Tak ada kepedulian secuilpun yang timbul dari 90% mahasiswa yang coba penulis ingatkan untuk tidak meninggalkan sampah di meja kantin, dan 10% sisanya adalah yang penulis lihat mau berkomitmen dan masih punya kesadaran serta disiplin untuk membuang sampah di tong sampah yang telah disediakan di kantin dan tidak meninggalkannya di meja, walaupun memang sebagian kecil 10% mahasiswa yang mau membuang sampah di tong sampah itu harus diingatkan terlebih dahulu tentang sampah yang ditinggalnya meja.
Pertanyaannya adalah, sampai kapan kebiasaan ini terus terjadi? tentunya kita tidak mau melihat kebiasaan ini terus melekat pada mahasiswa ITK. ”Katanya ingin menciptakan seorang engineer produk asli Kalimantan yang berkompeten? katanya mahasiswa ITK itu ‘SPECTA’? katanya budaya malu dan tanggung jawab itu harus ditanamkan kalau sudah jadi mahasiswa? tapi mana buktinya? kok masih ada yang ninggalin sisa makanan atau minumannya di meja kantin? itu milikmu, harusnya enggak sepantasnya kamu tinggalin di meja gitu aja, masa terus-terusan nyuruh petugas kebersihan buat mungutin sampahmu? anda sehat? terus dimana kesadarannya bro/sist/dek/kak?”. Segelintir pertanyaan itu terus timbul di benak si penulis hingga sekarang. Menurut penulis, ini permasalahan yang cukup kompleks. Mengingat ini menyangkut masalah kesadaran pribadi setiap orang dan apabila ini tidak segera dibenahi, entahlah apa yang akan terjadi pada kesadaran generasi mahasiswa-mahasiswa ITK selanjutnya apabila kita tidak berani memulai untuk melakukan action, kita tidak berani untuk memulai sebuah contoh, kita tidak berani mulai berani menegur, dan kita terus melakukan pembiaran terhadap hal yang merusak.
Sudah banyak sebenarnya usaha yang telah dilakukan oleh pihak ITK dalam upaya pembentukan karakter disiplin dan meningkatkan kesadaran membuang sampah, di ITK sendiri bentuk propadaganda dan dukungan ini pun juga telah dilakukan mulai dari tahun 2107 dan sampai sekarang senantiasa bisa kita lihat, contohnya adalah komitmen ITK dalam membuat dan menghadirkan tong sampah berwarna hasil dari penugasan mata kuliah wawasan teknik lingkungan mahasiswa, tong sampah ini mengkategorikan jenis-jenis sampah berdasarkan sifat terurainya yang terdiri dari tong sampah berwarna hijau untuk jenis sampah organik, warna kuning untuk sampah anorganik, dan warna biru untuk sampah kertas. Kehadiran tong sampah ini bisa dilihat di lokasi yang cukup strategis yakni di selasar gedung, kantin, dan di dekat tangga dari lantai dua hingga lantai tiga. Namun kekurangannya adalah kehadiran tong sampah ini dirasa belum maksimal, dan di wilayah kantin pun tong sampah ini kehadirannya masih belum banyak. Hal ini terkesan membuat mahasiswa malas untuk beranjak dari meja tempat mahasiswa makan atau minum karena setiap kali mahasiswa ingin membuang sampah atau sisa makanan atau minumannya, mahasiswa melihat tong sampah di kantin sudah terlalu penuh dengan sampah, jawab beberapa mahasiswa yang ditanya oleh penulis mengenai alasannya mengapa sampah sisa makanan atau minumannya ditinggal di meja kantin.
Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita, warga Institut Teknologi Kalimantan yang mulai hari ini, esok, dan seterusnya akan terus menjadi pekerjaan rumah khususnya bagi mahasiswa karena penulis sendiri juga merupakan mahasiswa aktif di ITK. Apabila dari kita terus merasa tidak memiliki kampus ini, kita yang merasa tidak punya malu dan budaya tanggung jawabsebagai seorang mahasiswa, dan kita yang masih terus terkungkung pada mindset bahwa sampah di meja adalah tanggung jawab petugas kebersihan, lantas mau jadi apa kampus ITK kita?.
Gambar 1 Contoh sampah yang ditinggal di meja kantin
Gambar 2 Contoh sampah yang ditinggal di meja kantin
Sumber:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH


Komentar
Posting Komentar